Memantapkan Soliditas dan Solidaritas PGRI sebagai Organisasi Profesi Guru yang Kuat dan Bermartabat


Sebagai bentuk penghormatan kepada guru dan PGRI, Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 menetapkan tanggal 25 November (hari kelahiran PGRI) sebagai Hari Guru Nasional. Kemudian dimantapkan melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sejak tahun 1994 setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional dan Hari Ulang tahun PGRI secara bersama-sama.

wimaogawa.blogspot.com
Pada tahun 2015 ini PGRI genap berusia 70 tahun. Usia tersebut cukup matang dan dewasa bagi sebuah organisasi.  Wajar bila guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa karena mengingat perjuangan guru di masa penjajahan begitu penuh semangat yang berkobar walaupun mereka tak dibayar, mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya dengan ikhlas, tanpa pamrih, walau peluh kelelahan bercucuran.

Guru yang setia dan sabar mengajari muridnya hingga bisa membaca, menulis dan menghitung tak pernah merasa bosan.

Zaman dulu guru tak semudah sekarang, para guru harus berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh untuk mencapai ke sekolah.

Jalan bebatuan yang terjal tak menghalangi niatnya untuk mengajarkan kebaikan
Masih terbayang bagaimana kita pertama kali masuk sekolah, pertama kali belajar menulis. Pensil yang kita pegang ikut bergetar karena tangan kita baru melakukannya,. Tapi guru kita di sekolah dasar dengan telaten mengajari dan membimbing kita dengan sabar hingga akhirnya kita dapat menulis dengan baik dan benar.
Bersatunya guru-guru di Indonesia dalam PGRI pun tidaklah mudah. Pada awalnya organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri pada tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).
Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan penilik sekolah. Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda, mereka umumnya bertugas di sekolah desa dan sekolah rakyat angka dua.
Tidak mudah bagi PGHB memperjuangkan nasib para anggotanya yang memiliki pangkat, status sosial dan latar belakang pendidikan yang berbeda. Sejalan dengan keadaan itu, di samping PGHB berkembang pula organisasi guru baru antara lain Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB), disamping organisasi guru yang bercorak keagamaan, kebangsaan atau lainnya seperti Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG) yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama.
Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi terhadap pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah kepala HIS yang dulu selalu dijabat oleh orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kemerdekaan. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka”.
Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan nama ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24-25 November 1945 diSurakarta. Melalui kongres ini segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 - seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan.
Dengan semangat pekik “merdeka” bertalu-talu, di tengah bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan:
1.              Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
2.             Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
3.             Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.
Sejak Kongres Guru Indonesia itu, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Begitu besar perjuangan guru-guru untuk memajukan pendidikan. Kini, tugas kita sebagai generasi emas penerus bangsa Indonesia adalah melanjutkan perjuangan mereka dengan belajar dan memanfaatkan masa muda untuk melakukan hal-hal positif yang kelak dapat dijadikan bekal untuk menatap masa depan dan memajukan Indonesia.

Selamat Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke-70..

ANAK INDONESIA.. LUAR BIASA!!
ANAK INDONEISA.. MERDEKA, HEBAT!!
SIAPA KITA? I N D O N E S I A..

[oleh Duta Pendidikan]
© 2015
Previous
Next Post »