HTTS Menurut Duta Anak Bali Kesehatan 2016

HTTS atau HTRS?



Salam Anak Indonesia! Kenalin nama saya Ade Agoes Kevin Dwi Kesuma Parta, akrab dipanggil Kevin. Saya selaku Duta Anak Bali 2016 Bidang Kesehatan mengucapkan Happy World No Tobacco Day atau yang dalam bahasa Indonesia artinya Selamat Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) dan ini diperingati setiap tanggal 31 Mei. Pemaknaan paradigma yang terjadi selama ini mengartikan HTTS adalah sama dengan “Hari Tanpa Asap Rokok atau Hari Tanpa Rokok Sedunia”. Hal ini berarti bahwa selama ini telah terjadi penyempitan makna dari arti kata yang telah menjadi sejarah awal yaitu “Hari Tanpa Tembakau Sedunia” menjadi “Hari Tanpa Asap Rokok atau Hari Tanpa Rokok Sedunia”.Menyikapi hal tersebut bukan berarti peringatan yang terjadi selama ini salah dan tidak bermanfaat, hanya saja kurang sesuai dan tepat antara realisasi pemaknaan dengan nama yang sudah cukup popular yaitu hari tanpa tembakau sedunia. Memang betul tembakau sebagai bahan utama untuk pembuatan rokok. Jika kegiatan anti tembakau di artikan anti rokok, maka terkesan tembakau adalah sama dengan rokok, yang sesungguhnya dua kata ”tembakau” dan “rokok” memiliki arti atau makna yang berbeda. Melihat realita yang terjadi setiap peringatan HTTS selama ini tidak menutup kemungkinan bahwa sejarah yang kita kenal dengan “Hari Tanpa Tembakau Sedunia” akan bisa berubah menjadi sejarah baru dengan “Hari Tanpa Asap Rokok atau Hari Tanpa Rokok Sedunia”.

Seremonial Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang seharusnya bisa disadari oleh semua pihak ternyata jauh dari yang diharapkan. Hari Tanpa Tembakau Sedunia ini sama halnya dengan HARI TIDAK MEROKOK. Identiknya tembakau dengan rokok sudah sama-sama kita sadari memiliki hubungan yang sangat dekat dan saling berkaitan. Bagaimana hebatnya devisa yang didapat dari rokok ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya generasi muda. Namun fakta yang terjadi justru merugikan generasi muda yang terjerumus menjadi target industri rokok, dan fakta terbaru bahwa INDONESIA menduduki peringkat  Ke-3  di DUNIA  dalam hal jumlah perokok aktif setelah Cina dan India.
(sumber: Detik Surabaya)




         Banyak yang menyuarakan bahwa dilarang merokok, jangan merokok atau berbagai hal lain yang melarang produksi tembakau.  Bahkan di setiap kemasan rokok pasti tercantum peringatan bahaya merokok  yang tidak asing lagi bagi para perokok, kecuali yang tidak bisa membaca. Maklum bagi perokok yang tidak bisa membaca, berarti tidak tau bahaya merokok seperti yang tercantum dalam kemasan.


            Mungkin memang benar, banyak para perokok belum bisa membaca  kali ya?Buktinya, masih banyak perokok di negeri ini. Kebiasaan merokok di Indonesia memang sudah menjadi suatu hal yang begitu menghawatirkan.Bagaimana dengan anak-anak sekolah di negeri? PASTI ada saja yang MEROKOK, masih ragu? Coba kalian perhatikan atau berkunjung ke sekolah-sekolah kemudian lihat faktanya. Akan lebik baik jika kita benar-benar bisa menerapkan Hari Tanpa Rokok atau Hari Tanpa Asap Rokok Sedunia, bukan “Hari Tanpa Tembakau Sedunia”.Karena melalui rokoklah dampak berbahaya itu muncul.Rokok merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya penyakit tidak menular seperti kardiovaskuler, stroke, penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru, kanker mulut, dan kelainan kehamilan.Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyebab kematian utama di dunia, termasuk di Indonesia.Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) rokok adalah pembunuh yang akrab berada di tengah-tengah masyarakat.Setiap detik, satu orang meninggal dunia akibat merokok. Rokok juga membunuh separuh dari masa hidup perokok, dan separuh perokok mati pada usia 35 sampai dengan 69 tahun.

Data epidemi di dunia menunjukkan, tembakau membunuh lebih dari lima juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini terus berlanjut, diproyeksikan pada tahun 2020 terjadi 10 juta kematian, dengan 70% kematian di negara sedang berkembang. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia tahun 2006 melaporkan, 64,2% anak sekolah yang disurvey terpapar asap rokok selama mereka di rumah. Sebanyak 37,3% pelajar merokok, dan 3 diantara 10 pelajar pertama kali merokok sebelum berumur 10 tahun (30,9%). Tingginya populasi dan konsumsi rokok, menempatkan Indonesia pada urutan ke-3 konsumen tembakau/rokok di dunia setelah China dan India dengan konsumsi 220 milyar batang per tahun 2005.Asap rokok/tembakau mengandung lebih dari 4.000 senyawa kimia, 43 diantaranya bersifat karsinogen. Tidak ada kadar paparan minimal dalam asap rokok/tembakau yang “aman”. Separuh lebih (57%) rumah tangga di Indonesia mempunyai sedikitnya satu perokok, dan hampir semua perokok (91,8%) merokok di rumah. Seseorang bukan perokok yang menikah dengan perokok mempunyai risiko kanker paru sebesar 20 sampai 30%, dan mempunyai risiko terkena penyakit jantung.Menurut data Badan Kesehatan Dunia, jumlah perokok di Indonesia adalah terbesar ke tiga di dunia dan kematian akibat kebiasaan merokok mencapai 400 ribu orang per tahun.


Dari Paparan di atas maka HTTS dapat dimaknai dari 3 sisi yakni dari sisi pemakai, pabrik yang memproduksi tembakau, dan tentu saja dari pemerintah sendiri. Berikut penjelasannya :
1. Perokok
Pemakai tembakau memang kebanyakan kaum perokok atau orang-orang yang begitu suka merokok.Berbagai peraturan yang sudah dirancang agar tidak merokok di tempat umum, tidak boleh merokok di dekat anak-anak sekolah atau mengharamkan merokok bagi kaum pelajar. Tentu berbagai peraturan ini tidak akan berarti apa-apa apabila kebanyakkan masyarakat tidak menyadari bahaya di balik rokok ini. Perlu diketahui Ternyata Asap Rokok Lebih Bahaya dari Asap Kendaraan.
2. Pabrik Tembakau
Bagaimana masyarakat  negeri ini mau sehat, kalau rokok masih tetap diproduksi sampai saat ini. Pabrik tembakau harus menyadari , bahwa   tembakau sebenarnya memiliki sekian banyak manfaat. Sehingga memungkinkan sekali untuk  membuat produk olahan tembakau yang lebih bermanfaat  dalam bentuk lain(selain rokok) yang lebih bermanfaat. Ini demi kepentingan bersama.
3. Pemerintah
Dari sisi pemerintah ya seharusnya jelas. Harusnya bagaimana, kalau pemerintah masih beranggapan bahwa devisa benar-benar dari rokok. Pemerintah seharusnya mulai berfikir bahwa masih banyak hal yang bisa menyumbangkan selain devisa dari rokok. Menghentikan  produksi rokok dengan berbagai peraturan pemerintah seharusnya bisa  di tegakan sehingga seremonial Hari Tanpa Tembakau Sedunia(HTTS)bukan sekedar wacana saja tanpa pemaknaan untuk memperbaiki masyarakat agar tidak menjadi target industri rokok.


Dari pemaparan diatas dan berdasarkan sumber-sumber dan fakta yang terjadi, dapat disimpulkan bahwa yang harus kita upayakan adalah Hari Tanpa Rokok Sedunia (HTRS) bukan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS). Karena bisa jadi, suatu saat nanti dengan seiringnya pengetahuan dan teknologi rokok dapat tergantikan dengan produk olahan tembakau yang lebih bermanfaat dan penyumbang beacukai Negara pun akan tergantikan dengan produk tersebut. Bukan sesuatu yang tidak mungkin jika Hari Tanpa Tembakau Sedunia akan Berubah Menjadi Hidup Sehat dengan Tembakau dan menjadi Peringatan Hari Tanpa Rokok Sedunia. Anak Indonesia, Tolak Jadi Target Industri Rokok!

#KerenTanpaRokok 
#FCTCForIndonesia 
#HTTS2017 
#RemajaAntiRokok  
#AnakBaliPeduli 
#KomisiKesehatan
copyright. jaringanfadbali2016
Previous
Next Post »