HTTS atau HTRS?
Seremonial Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang
seharusnya bisa disadari oleh semua pihak ternyata jauh dari yang diharapkan.
Hari Tanpa Tembakau Sedunia ini sama halnya dengan HARI TIDAK MEROKOK.
Identiknya tembakau dengan rokok sudah sama-sama kita sadari memiliki hubungan
yang sangat dekat dan saling berkaitan. Bagaimana hebatnya devisa yang didapat
dari rokok ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya generasi
muda. Namun fakta yang terjadi justru merugikan generasi muda yang terjerumus
menjadi target industri rokok, dan fakta terbaru bahwa INDONESIA menduduki
peringkat Ke-3 di DUNIA dalam hal jumlah perokok aktif
setelah Cina dan India.
(sumber: Detik Surabaya)
Banyak
yang menyuarakan bahwa dilarang merokok, jangan merokok atau berbagai hal lain
yang melarang produksi tembakau. Bahkan di setiap kemasan rokok pasti
tercantum peringatan bahaya merokok yang tidak asing lagi bagi para
perokok, kecuali yang tidak bisa membaca. Maklum bagi perokok yang tidak bisa
membaca, berarti tidak tau bahaya merokok seperti yang tercantum dalam kemasan.
Mungkin
memang benar, banyak para perokok belum bisa membaca kali ya?Buktinya,
masih banyak perokok di negeri ini. Kebiasaan
merokok di Indonesia memang sudah menjadi suatu hal yang begitu
menghawatirkan.Bagaimana dengan anak-anak sekolah di negeri? PASTI ada saja yang
MEROKOK, masih ragu? Coba kalian perhatikan atau berkunjung ke sekolah-sekolah
kemudian lihat faktanya. Akan lebik baik jika kita benar-benar bisa menerapkan Hari Tanpa Rokok atau Hari Tanpa Asap Rokok
Sedunia, bukan “Hari Tanpa Tembakau Sedunia”.Karena melalui rokoklah dampak
berbahaya itu muncul.Rokok merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya
penyakit tidak menular seperti kardiovaskuler, stroke, penyakit paru obstruktif
kronik, kanker paru, kanker mulut, dan kelainan kehamilan.Penyakit-penyakit
tersebut merupakan penyebab kematian utama di dunia, termasuk di
Indonesia.Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) rokok adalah pembunuh yang akrab berada
di tengah-tengah masyarakat.Setiap detik, satu orang meninggal dunia akibat
merokok. Rokok juga membunuh separuh dari masa hidup perokok, dan separuh
perokok mati pada usia 35 sampai dengan 69 tahun.
Data epidemi di dunia menunjukkan, tembakau membunuh lebih dari
lima juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini terus berlanjut, diproyeksikan
pada tahun 2020 terjadi 10 juta kematian, dengan 70% kematian di negara sedang
berkembang. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia tahun 2006 melaporkan,
64,2% anak sekolah yang disurvey terpapar asap rokok selama mereka di rumah.
Sebanyak 37,3% pelajar merokok, dan 3 diantara 10 pelajar pertama kali merokok
sebelum berumur 10 tahun (30,9%). Tingginya populasi dan konsumsi rokok,
menempatkan Indonesia pada urutan ke-3 konsumen tembakau/rokok di dunia setelah
China dan India dengan konsumsi 220 milyar batang per tahun 2005.Asap
rokok/tembakau mengandung lebih dari 4.000 senyawa kimia, 43 diantaranya
bersifat karsinogen. Tidak ada kadar paparan minimal dalam asap rokok/tembakau
yang “aman”. Separuh lebih (57%) rumah tangga di Indonesia mempunyai sedikitnya
satu perokok, dan hampir semua perokok (91,8%) merokok di rumah. Seseorang
bukan perokok yang menikah dengan perokok mempunyai risiko kanker paru sebesar
20 sampai 30%, dan mempunyai risiko terkena penyakit jantung.Menurut data Badan
Kesehatan Dunia, jumlah perokok di Indonesia adalah terbesar ke tiga di dunia
dan kematian akibat kebiasaan merokok mencapai 400 ribu orang per tahun.
Dari Paparan di atas maka HTTS dapat dimaknai dari 3 sisi
yakni dari sisi pemakai, pabrik yang memproduksi tembakau, dan tentu saja dari
pemerintah sendiri. Berikut penjelasannya :
1.
Perokok
Pemakai
tembakau memang kebanyakan kaum perokok atau orang-orang yang begitu suka
merokok.Berbagai peraturan yang sudah dirancang agar tidak merokok di tempat
umum, tidak boleh merokok di dekat anak-anak sekolah atau mengharamkan merokok
bagi kaum pelajar. Tentu berbagai peraturan ini tidak akan berarti apa-apa
apabila kebanyakkan masyarakat tidak menyadari bahaya di balik rokok ini. Perlu diketahui Ternyata Asap Rokok Lebih Bahaya dari Asap Kendaraan.
2.
Pabrik Tembakau
Bagaimana
masyarakat negeri ini mau sehat, kalau rokok masih tetap diproduksi
sampai saat ini. Pabrik tembakau harus menyadari , bahwa tembakau
sebenarnya memiliki sekian banyak manfaat. Sehingga memungkinkan sekali
untuk membuat produk olahan tembakau yang lebih bermanfaat dalam
bentuk lain(selain rokok) yang lebih bermanfaat. Ini demi kepentingan bersama.
3.
Pemerintah
Dari
sisi pemerintah ya seharusnya jelas. Harusnya bagaimana, kalau pemerintah masih
beranggapan bahwa devisa benar-benar dari rokok. Pemerintah seharusnya mulai
berfikir bahwa masih banyak hal yang bisa menyumbangkan selain devisa dari
rokok. Menghentikan produksi rokok dengan berbagai peraturan pemerintah
seharusnya bisa di tegakan sehingga seremonial Hari Tanpa Tembakau Sedunia(HTTS)bukan sekedar wacana saja tanpa pemaknaan
untuk memperbaiki masyarakat agar tidak menjadi target industri rokok.
Dari pemaparan diatas dan berdasarkan sumber-sumber dan
fakta yang terjadi, dapat disimpulkan bahwa yang harus kita upayakan adalah
Hari Tanpa Rokok Sedunia (HTRS) bukan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS).
Karena bisa jadi, suatu saat nanti dengan seiringnya pengetahuan dan teknologi
rokok dapat tergantikan dengan produk olahan tembakau yang lebih bermanfaat dan
penyumbang beacukai Negara pun akan tergantikan dengan produk tersebut. Bukan
sesuatu yang tidak mungkin jika Hari Tanpa Tembakau Sedunia akan Berubah
Menjadi Hidup Sehat dengan Tembakau dan menjadi Peringatan Hari Tanpa Rokok
Sedunia. Anak Indonesia, Tolak Jadi Target Industri Rokok!
#KerenTanpaRokok
#FCTCForIndonesia
#HTTS2017
#RemajaAntiRokok
#AnakBaliPeduli
#KomisiKesehatan
copyright. jaringanfadbali2016