Diskusi Publik "Darurat Kekerasan Anak di Bali : Harus Bagaimana?" Hasilkan Tiga Kesimpulan

            
Ibu Nyoman Masni, S.H., Ketua LPA Bali, saat membacakan kesimpulan diskusi publik (19/12) 
Pada hari Sabtu (19/12) Forum Anak Daerah Bali melaksanakan diskusi publik dengan mengangkat tema “Darurat Kekerasan Anak di Bali: Harus Bagaimana?” yang bertempat di Kantor Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Bali. Dalam diskusi ini dihadiri oleh perwakilan SKPD Provinsi Bali (BP3A, Dinas Kesehatan, Dinas Ketenagakerjaan), OSIS SMA se-Denpasar, dan dari Forum Anak Daerah Bali dengan panelis Ibu Ayu Putu Nantri, S.H, M.H (Tim Ahli LPA Provinsi Bali) dan Ibu Nyoman Masni, S.H. (Ketua LPA Provinsi Bali) serta dipandu oleh Bintang Indri (Anggota FAD Bali) dan dimoderatori oleh Manik Kencana (Anggota FAD Bali dan Duta Anak Indonesia Bid Pendidikan Th. 2014).

            Diskusi publik yang dibuka oleh Ibu Masni pada kesempatan itu diawali dengan penyampaian data kasus anak di Provinsi Bali yang diperoleh oleh LPA Prov. Bali untuk tahun 2015 dengan sample data dari 3 kabupaten, yaitu Jembrana dengan 44 kasus (kasus seksual: 32 kasus, kekerasan terhadap anak: 7 kasus, dan kasus lain: 5 kasus), Buleleng dengan 16 kasus (kasus seksual: 4 kasus, kekerasan terhadap anak: 9 kasus, dan kasus lain: 3 kasus) dan Bangli dengan 8 kasus  (kasus seksual: 1 kasus, kekerasan terhadap anak: 4 kasus, dan kasus lain: 3 kasus). Dari data kasus yang disampaikan oleh Dhanan Kumaradewi yang merupakan anggota FAD Bali ditanggapi oleh Ibu Masni selaku panelis dengan menyatakan, “Dari data tersebut Jembrana dan Buleleng merupakan kabupaten dengan angka kasus anak yang tinggi pada tahun 2015 di Provinsi Bali dan angka kasus anak kabupaten Bangli telah mengalami penurunan pada tahun ini.” Pada kesempatan itu pula disampaikan bahwa angka kasus anak ini harus segera ditangani setidaknya agar dapat menekan dari angka tersebut oleh Ibu Masni.


            Dalam jalannya diskusi pun ditanggapi oleh perwakilan dari OSIS SMA N 4 Denpasar dan SMA N 2 Denpasar yang dapat dirangkum bahwa pentingnya peran orang tua dalam hal ini serta sosialisasi terkait dengan hal-hal positif dan negatif untuk anak dan ditanggapi serupa oleh perwakilan FAD Bali yaitu Gangga Sitha yang menyatakan hal ini juga dipengaruhi rasa kurang perhatian dan peran dari orang tua. Hal tersebut kemudian ditanggapi oleh perwakilan dari Dinas Kesehatan Prov. Bali yang menyatakan pentingnya komunikasi dalam keluarga itu sendiri dan disampaikan pula bahwa salah satu program dari Dinkes yaitu konselor sebaya dapat menjembatani khususnya dalam komunikasi serta masih minimnya pengetahuan anak-anak khususnya tentang kesehatan reproduksi anak juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi.


            Dari pembahasan terssebut munculah beberrapa penyampaian contoh kasus yang terjadi pada anak seperti foto tanpa busana yang diakukan oleh anak yang masih diduduk dibangku SMP, permasalahan pendidikan anak yang terkendala karena faktor ekonomi serta berujung sebagai perja anak, dan bullying. Hal itupun ditanggapi oleh Ibu Ayu Nantri yang menyatakan nilai spiritul dan nilai budi pekerti mulai menurum belakangan ini.


Mendengar tentang adanya pekerja anak, perwakilan dari Dinas Ketenaga Kerjaan menanggapi dengan  meyatakan bahwa pekerja dibawah umur di Bali ada namun validitas data yang ada kurang di beberapa kabupaten dan disampaikan pula bahwa anak dinyatakan sebagai pekerja dibawah umur jika bekerja lebih dari 4 jam kerja dalam sehari.  Pembentukan satgas di sekolah-sekolah pun disampaikan sebagaisebagai solusi dan dibahas pula terkait “TESA (telepon Sahabat Anak)” yang dulu pernah dijalankan oleh BP3A Provinsi, dimana menurut penuturan peserta diskusi hal tersebut dapat membantu dalam menesima aspirasi atau suara-suara dari anak. Namun, menurut penuturan perwakilan dai BP3A Provinsi Bali bahwa di tahun 2016 ini TESA tidak ada terkait tidak dianggarkan dan TESA telah tidak berfungsi beberapa tahun belakangan.


            Dari jalannya diskusi publik itupun disimpulkan bahwa terdapat 3 hal yang dapat menjadi solusi untuk permasalahan anak yang terjadi di Bali yang disimpulkan oleh Bu Masni:

1. Diperlukan adanya kesepakatan OSIS SMA dan SMP untuk pembentukan Satgas khusus penanganan masalah anak dan diupayakan terdapat pelatihan konselor yang berhubungan langsung dengan Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Bali.

2. Bagi SKPD yang memiliki program terkait anak diharapkanmemberikan peluang dan kesempaan bagi anak-anak Forum Anak Daerah Bali untuk berpartisipasi sesuai kemampuannya.

3. Diharapkan kepada Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Provinsi Bali untuk dapat mengaktifkan kembali Telepon Sahabat Anak (TESA) sebagai media anak untu menyampaikkan curhatan/cerita tentang permasalahan mereka.

Kesimpulan dari diskusi publik “Darurat Kekerasan Anak di Bali: Harus Bagaimana?” ini pun akan disampaikan pada Gubernur Provinsi Bali.

[oleh Duta Perlindungan Khusus]

©2015
Previous
Next Post »